Hijab Syar’i hidayah terindah dalam hidupku
Jika dilihat secara fisik, ya aku memang seorang perempuan,
tapi jika dilihat dari kepribadian, aku
termasuk dalam perempuan yang memiliki kepribadian seperti laki-laki atau
sering dibilang tomboy (itu dulu waktu SMP J
). Saat SMP hanya sedikit dari teman-temanku yang mengenakan hijab, tentu hijab
yang mereka kenakan belum syar’I karena
pengenalan akan hijab yang syar’I itu
seperti apa belum diketahui mereka. Keinginan ku mengenakan hijab saat SMP
belum ada, maklum masih polos belum paham betul tentang pentingnya menutup
aurat itu seperti apa. Namun lambat laun, tepatnya kelas 3 SMP mendekati Ujian
Nasional diri ini berjanji akan mengenakan hijab ketika masuk SMA. Itu janji
pertamaku pada diriku sendiri dan Allah, Tuhanku. Masa-masa SMP pun berlalu
beralihlah ke masa Putih Abu-abu (gaulnya sering dibilang gitu). Awal masuk SMA
aku belum menepati janji ku, kelalaianku akan janji itu membuat aku gelisah.
Marah pada diri sendiri tentu iya, namun semua tak kan berubah jika aku tidak
memulai. Perlahan-lahan aku cari tau lebih dulu hijab itu apa, kamudian aku
juga melihat cara teman-temanku disekolah mengenakan hijab seperti apa.
Sampai
suatu hari, tepatnya ketika kelas 2 SMA semester genap, aku memutuskan
mengenakan hijab. Keputusanku sudah
bulat, karena aku yakin jika tidak disegerakan kapan lagi aku mengenakannya dan
kapan lagi aku mau bertaqwa dan mematuhi aturan-Nya. Sayangnya, keputusanku ini
terlalu dadakan, bagaimana tidak , aku belum menyiapkan semuanya hijab, baju
seragam sekolah panjang dan lainnya. Hingga akhirnya aku bicarakan kepada
ibuku, dengan nada sedikit mengolok aku merayu ibu “ Bu, cici mau pakek jilbab tapi jilbab
cici masih sedikit, baju seragam pun masih pendek, baju untuk sehari-hari juga
pendek bu “. Ibuku menjawab “ alhamdulilah, ibu senang mendengarnya, tapi
kenapa dadakan sekali nak, coba kalo kamu bilangnya dari jauh-jauh hari tidak
seperti ini jadinya. Ya sudah sekarang siap-siap kita ke pasar beli semua yang
kamu butuhkan “. Dengan senyum lebar aku berlari ke kamar segera berganti
pakaianku.Setelah itu aku dan ibu berangkat ke pasar, pasti kalian bertanyakan
kepasarnya berhijab atau tidak? Pastinya sudah pakek jilbab dan pakaian sudah
menutup aurat meski Cuma sekedar bermodal jilbab pendek yang tidak menutup
dada, jaket dan celana panjang J.
Setiba di pasar aku langsung mengikuti ibu ke toko baju langganannya, kulihat
banyak sekali hijab yang dipanjang mulai dari yang polos dengan beraneka warna
ada pula yang memiliki motif. Aku memilih hijab polos karena aku kurang senang
dengan hijab yang terlalu banyak motif. Selain hijab aku juga memilih baju
seragam sekolah dan baju untuk ku kenakan sehari-hari, aku mencari ukuran yang
lumayan besar dari ukuran badanku, supaya saat mengenakannya tidak ketat dan
panas. Aku pulang kerumah dengan hati gembira, sekarang tak perlu susah lagi
karena apa yang dibutuhkan sudah ada ditangan. Aku memulai sekolah dengan
seragam baruku, baju kemeja putih panjang, bawahan panjang dan tak lupa juga
hijab putih. Terlihat anggun, aku tak menyangka aku bias berubah seperti ini,
hilang sudah kerpibadianku yang tomboy itu karena sekarang aku sudah berhijab dan
berubah lebih feminism.
Namun
perubahanku belum lengkap karena hijab yang aku kenakan masih jauh dari kata
syar’I, karena hijab yang aku kenakan masih tipis dan transparan. Sayangnya,
hijab syar’I belum menjadi pembicaraan hangat saat itu, jadi aku belum terpikir
untuk mengganti hijabku dengan yang lebih layak dan syar’i. hingga tamat SMA
aku masih mengenakan hijab yang serba minim itu, sampai kuliah pun aku masih
bertahan (ya karena belum ada pengetahuan yang lebih tentang hijab syar’i). saat
kuliah tak ada satu pun mahasiswa dikelas yang mengenakan hijab yang masuk
kategori syar’I, entah mengapa namun tak heran mereka juga sama sepertiku belum
tau lebih. Hingga akhirnya salah satu temanku telah lebih dulu mensyar’ikan
hijabnya. Dari sana aku baru tau bahwa yang di maksud hijab syar’I itu adalah
mengenakan jilbab yang menutup dada (dijulurkan hingga menutup dada) dan
mengenakan baju yang longgar tak lupa pula kaos kakinya. Sungguh tampak lebih
anggun temanku yang satu ini, berbeda dari sebelumnya. Aku iri padanya ( iri
dalam kebaikan boleh lah ), kenapa ia bisa sedangkan aku tidak. Aku memulai
lagi, belajar memahami hijab syar’I lebih lanjut. Kebetulan pula, ketika kuliah
semester 3 Ustadz Felix Siauw menulis buku dengan judul Yuk, Berhijab. Aku
tertarik membacanya, karena aku ingin memperdalam pengetahuanku tentang hijab
syar’i. aku sesegera membeli buku tersebut, dan membacanya dengan penuh
seksama. Namun belum ada juga keputusan untuk mensyar’ikan hijab ini.
Ketika
aku online di facebook, aku melihat 2 perempuan cantik dengan hijab syar’i yang
mereka kenakan. Aku terpukau melihatnya, sampai mataku sangat dekat melihat
layar laptopku untuk memastikan siapa perempuan cantik ini. Dan ternyata
Subhanallah 2 perempuan cantik itu adalah adik kelasku saat SMA. Mereka sama
sepertiku baru mengenal hijab syar’I namun mereka sudah lebih dulu untuk
memutuskan mengenakannya. Keirianku semakin menjadi-jadi, aku mau seperti
mereka, aku mau. Aku mau bertaqwa seperti mereka, aku mau berijab syar’I dengan
keikhlasan. Hingga suatu malam aku berdoa kepada Allah, meminta kepada-Nya
untuk mempermudah jalanku kearah yang lebih baik lagi. Hingga suatu hari aku memutuskan untuk
berhijrah, mensyar’ikan hijabku dengan melafaskan bissmillah aku memulainya.
Diawal mengenakannya, aku hanya memadukan bawahan rok panjang dengan atas batik
panjang serta khimar yang double (karena tipis harus di doublekan) serta
mengenaka kaos kaki. Hari pertama mengenakannya aku agak gerah karena belum
terbiasa, namun dihari-hari berikutnya aku merasa ini loh hijab sesungguhnya,
nyaman, tentram dan terasa seperti dilindungi.
Aku
merasa agak ribet ketika mengenakan khimar yang double, tapi apa mau dikatakan
itulah khimar yang ada, dan harus didoublekan biar tidak transparan. Aku mulai
memikirkan bagaimana cara aku mendapatkan khimar yang panjang, dan tidak
transparan sesuai dengan yang aku inginkan. Aku online di facebook melihat
group yang isinya promosi khimar syar’I. Aku pun membukanya dan melihat-lihat
foto-foto khimar yang ada digroup tersebut. Namun sayang, harganya tidak sesuai
kantong karena sebagai anak perantauan yang jauh dari orang tua aku harus
mengatur keuangan untuk memenuhi kebutuhanku. Karena harga khimar itu terlalu
mahal, aku pun beralih melirik pasar. Aku berpikir mungkin di pasar aku akan
mendapatkan khimar dengan harga sesuai dengan uang yang ku punya. Aku menyusun
rencana untuk berburuh khimar di pasar, aku memilih hari minggu sebagai hari
yang pas untuk berangkat ke pasar karena tidak ada aktivitas perkuliahan. Hari
minggu tiba, aku berangkat ke pasar dengan temanku. Bermodalkan uang 150 ribu,
aku berjalan mengelilingi pasar untuk menemukan khimar yang aku idamkan. Tiba
di satu lapak dagangan aku lihat khimar panjang sekali, khimarnya sudah seperti
atasan mukena. Aku mampir ke lapak tersebut, dan aku menanyakan berapa
harganya. Harga khimar tersebut 85 ribu untuk satu khimar dan 150 untuk 2
khimar. Disini aku mulai berpikir lagi, masih ada yang ingin ku beli selain
khimar, ada kaos kaki, manset dan pin yang harus aku beli. Akhirnya aku
memutuskan untuk membeli satu khimar berwarna merah muda.
Sesampai
dirumah aku mencoba khimar yang baru aku beli, senang rasanya memiliki khimar
yang panjang. Ada rasa ingin membelinya lebih banyak lagi namun apa daya uang
tak cukup. Aku mulai menyusun rencana lagi, kapan khimar ini bias ku beli lagi.
Aku berusaha mengurangi jatah jajanku di kampus, tapi tak bisa. Dan akhirnya
aku memutuskan untuk menyisihkan uang bulananku langsung 200 ribu perbulan
untuk membeli khimar. Namun 2 bulan masa percobaan ternyata gagal, aku tidak
bisa menyisihkan uang bulananku karena keperluanku banyak. Sampai akhirnya,
dengan keinginanan yang begitu besar akan memiliki khimar panjang itu,aku
menyisihkan uang 200 ribu dari uang bulananku. Walau keperluanku banyak namun
aku sudah sangat menginginkannya hingga seharusnya aku dijatahkan 1 juta
perbulan, bulan ini hanya 800 ribu saja. Uang 200 ribu sudah ditangan, saatnya
berburuh khimar lagi. Aku berkeliling
untuk menemukan lapak yang kemarin menjual khimar yang kubeli. Lelah aku
berkeliling akhirnya aku menemukan lapak tersebut. Sekarang aku memutuskan
untuk membeli 2 khimar, setelah lama memilih dan menimbang warna apa yang akan
ku beli akhirnya pilihanku jatuh pada khimar warna coklat dan hijau. Senang
rasanya khimar ku bertambah. Saat akan membayar aku memberikan uang sebesar 150
ribu, pikirku pas jika aku berikan segitu karena kemarin ketika aku beli
harganya memang begitu. Tapi, pedagang itu memberikan aku uang kembalian
sebesar 30 ribu “ ini dek kembaliannya, semuanya 120 ribu. Tak apa ibu kasih
harga segitu rejeki ibu sore ini sebelum tutup “. Tambah gembira hati ini, ternyata
aku bisa mendapatkan 2 khimar dengan harga yang lebih murah.
Hingga
sekarang aku masih berusaha menyisihkan uang bulananku untuk berburuh hijab dan
khimar. Meskipun aku baru dalam mensyar’ikan hijabku namun aku sudah sangat
menyatu dengannya. Kenyamanan dan ketentraman yang aku rasakan saat
mengenakannya adalah nilai plus tersendiri. Aku sangat bersyukur hidayah untuk
mensyar’ikan hijabku telah datang. Aku merasakan kebahagian yang teramat sangat
karena hidayah ini. Terima kasih ya Allah atas hidayah yang telah kau berikan
pada hamba-Mu ini, semoga hamba selalu istiqamah dijalanmu hingga akhir zaman.
Amin. Takbir Allahu Akbar
KEEP ISTIQAMAH UKH,
Segerakan hijrah mu ukh, karena syar'i itu indah :)
Komentar
Posting Komentar